Tongkah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Oleh Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir – Riau, Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang darah (Anadara Granosa) Tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Oleh Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir – Riau, Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang darah (Anadara Granosa) Tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menongkah
Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap kerang di padang lumpur.
Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah
kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah
kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat
dari belahan kayu besar dalam keadaan utuh, tetapi tidak jarang juga tongkah
terdiri dari gabungan dari belahan papan. Panjang Tongkah rata-rata 2 M s/d 2,5
M dengan Lebar 50 Cm s/d 80 Cm dan ketebalan 3 Cm s/d 5 Cm.
Tongkah
umumnya terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung dan lain-lain, kedua ujung
Tongkah berbentuk lonjong (lancip) dan melentik keatas, hal ini dimaksudkan
agar pergerakannya dapat lancar dan bila kurang melentik seringkali Tongkah
menghujam atau menancap kedalam lumpur, bentuk Tongkah secara umum seperti
papan selancar yang sering digunakan oleh olahragawan air (Peselancar).
Suku Laut atau Duanu
Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komuntas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah, keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (Golongan Melayu Tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut (Duanu) sebagai orang kerahan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komuntas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah, keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (Golongan Melayu Tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut (Duanu) sebagai orang kerahan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Gigih
Tanpa Henti SARPAN Memperkenalkan Duanu dan Menongkah Kerang
“Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan”. Ujar Sarpan selaku Ketu Panitia Penyelenggara dan Ketua Keluarga Besar Duanu Riau.
“Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan”. Ujar Sarpan selaku Ketu Panitia Penyelenggara dan Ketua Keluarga Besar Duanu Riau.
Menongkah
itu adalah sebuah aktifitas unik, atau khusus yang dimiliki oleh masyarakat
duanu atas pulaunya. Dalam rangka menangkap atau mencari kerang, khsusnya
kerang darah atau kerang darat. Dan kekhusussan ini tidak dimiliki oleh
komunitas-komunitas lain. dan ini hanya ada pada masyarakat duanu, dimana
mereka menongkah dengan sekeping papan diatas hamaparan pantai yang sangat
becek dan cukup licin sekali.
“Kebudayaan
menongkah itu merupakan warisan budaya dunia. Dan kalau kita berbicara
Indragiri Hilir sebagai kabupaten, Menongkah ini merupakan asli kebudayaan Indragiri
Hilir. Dan harapan kita kebudayaan menongkah yang kita kemas dalam sebuah event
ini bisa menjadi event wisata tahunan atau masuk didalam kalender wisata
tahunan, baikKabupaten maupun Propinsi”. Kata sarpan lagi.
Jerman
salah satu negara yang menyelenggarakan Olimpiade lumpur, itu sangat erat
sekali hubungannya dengan kegiatan menongkah. Karena menongkah hamparannya juga
pantai berlumpur.
Jadi
kita berharap tongkah ini bisa juga dikenal oleh masyarakat dunia
Internasional. Kalau mereka sudah dikenal masayarakat Internasional otomatis
Duanu juga dikenal.
Masih
dalam keterangan Sarpan, Duanu itu berharap harus ada kelestarian lingkungan
terutama lingkungan untuk menongkah. Kalau lingkungan ini tidak dilestarikan,
maka aktifitas menongkah ini sangat sulit sekali. Karena bisanya di Duanu untuk
menongkah adalah untuk mendapatkan kerang yang banyak. Untuk saat ini sudah
sedikit. Karena hamparan ini terganggu oleh alat tangkap aktif, sehingga
tanahnya mengalalami degadrasi bergelombang-gelombang sehingga ini berpengaruh
proses penangkapan dan terkait pada prosuksinya.
“Kita
berharap Kehiatan ini dapat dilaksanakan setiap tahun, kita berharap kedepan
festivasl seperti ini tidak hanya berdasarkan waktu tertentu tetai kita lakukan
setiap tahunnya sehingga kita bisa sebaraluaskan keseluruh masayarakat
indaragiri hilir propinsi riau bahkan di indonesia”. Edi Syafwannur selaku
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) yang
mewakili Bupati Indragiri Hilir.
Dalam kesempatan ini Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Indragiri Hilir Drs. H. Mukhtar. T, MH akan
mengembangkan lagi akan potensi wisata ini karena juga terdapat pesan-pesan
moral.
“Untuk
tahun yang akan datang kita akan coba kembangkan lebih besar lagi dan kita akan
mengundang lebih luas lagi. Karena masyarakatnya sangat antusias. Kita ingin
menyampaikan khususnya masyaralat duanu. Sesungguhnya yang ditampilkan tadi
mengandung nilai-nilai dasar ada pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya.
Apa yang disampaikan itu adalah merupakan karya-karya yang luar biasa oleh
orang-orang pendahulunya karena itu jangan sampai dilupakan dan teteap
dilestarikan. Dan apa kandungan-kadnudngan yang ada didalamnya dikembangkan
dalam kehidupan”.(ditulis dan diolah dari berbagai sumber)
0 komentar:
Posting Komentar