Ads 468x60px

Labels

Sample text

Sample Text

Sabtu, 05 April 2014

MENONGKAH

Tongkah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Oleh Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir – Riau, Tongkah adalah salah satu alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang darah (Anadara Granosa) Tiangan dalam dialek Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menongkah Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap kerang di padang lumpur. Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah. Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu besar dalam keadaan utuh, tetapi tidak jarang juga tongkah terdiri dari gabungan dari belahan papan. Panjang Tongkah rata-rata 2 M s/d 2,5 M dengan Lebar 50 Cm s/d 80 Cm dan ketebalan 3 Cm s/d 5 Cm.
Tongkah umumnya terbuat dari jenis kayu Pulai dan Jelutung dan lain-lain, kedua ujung Tongkah berbentuk lonjong (lancip) dan melentik keatas, hal ini dimaksudkan agar pergerakannya dapat lancar dan bila kurang melentik seringkali Tongkah menghujam atau menancap kedalam lumpur, bentuk Tongkah secara umum seperti papan selancar yang sering digunakan oleh olahragawan air (Peselancar).
Suku Laut atau Duanu
Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komuntas Duanu dan dilakukan secara tradisional. Keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Komunitas Duanu. Menurut catatan sejarah, keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (Golongan Melayu Tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka – Johor kebeadaan Orang Laut (Duanu) sebagai orang kerahan pada tahun 1511 – 1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Gigih Tanpa Henti SARPAN Memperkenalkan Duanu dan Menongkah Kerang
“Masyarakat duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tangkap tongkahnya. Suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ketempat yang lain dari satu pulau kepualau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan”. Ujar Sarpan selaku Ketu Panitia Penyelenggara dan Ketua Keluarga Besar Duanu Riau.
Menongkah itu adalah sebuah aktifitas unik, atau khusus yang dimiliki oleh masyarakat duanu atas pulaunya. Dalam rangka menangkap atau mencari kerang, khsusnya kerang darah atau kerang darat. Dan kekhusussan ini tidak dimiliki oleh komunitas-komunitas lain. dan ini hanya ada pada masyarakat duanu, dimana mereka menongkah dengan sekeping papan diatas hamaparan pantai yang sangat becek dan cukup licin sekali.
“Kebudayaan menongkah itu merupakan warisan budaya dunia. Dan kalau kita berbicara Indragiri Hilir sebagai kabupaten, Menongkah ini merupakan asli kebudayaan Indragiri Hilir. Dan harapan kita kebudayaan menongkah yang kita kemas dalam sebuah event ini bisa menjadi event wisata tahunan atau masuk didalam kalender wisata tahunan, baikKabupaten maupun Propinsi”. Kata sarpan lagi.
Jerman salah satu negara yang menyelenggarakan Olimpiade lumpur, itu sangat erat sekali hubungannya dengan kegiatan menongkah. Karena menongkah hamparannya juga pantai berlumpur.
Jadi kita berharap tongkah ini bisa juga dikenal oleh masyarakat dunia Internasional. Kalau mereka sudah dikenal masayarakat Internasional otomatis Duanu juga dikenal.
Masih dalam keterangan Sarpan, Duanu itu berharap harus ada kelestarian lingkungan terutama lingkungan untuk menongkah. Kalau lingkungan ini tidak dilestarikan, maka aktifitas menongkah ini sangat sulit sekali. Karena bisanya di Duanu untuk menongkah adalah untuk mendapatkan kerang yang banyak. Untuk saat ini sudah sedikit. Karena hamparan ini terganggu oleh alat tangkap aktif, sehingga tanahnya mengalalami degadrasi bergelombang-gelombang sehingga ini berpengaruh proses penangkapan dan terkait pada prosuksinya.
“Kita berharap Kehiatan ini dapat dilaksanakan setiap tahun, kita berharap kedepan festivasl seperti ini tidak hanya berdasarkan waktu tertentu tetai kita lakukan setiap tahunnya sehingga kita bisa sebaraluaskan keseluruh masayarakat indaragiri hilir propinsi riau bahkan di indonesia”. Edi Syafwannur selaku Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) yang mewakili Bupati Indragiri Hilir.
Dalam kesempatan ini Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Indragiri Hilir Drs. H. Mukhtar. T, MH akan mengembangkan lagi akan potensi wisata ini karena juga terdapat pesan-pesan moral.
“Untuk tahun yang akan datang kita akan coba kembangkan lebih besar lagi dan kita akan mengundang lebih luas lagi. Karena masyarakatnya sangat antusias. Kita ingin menyampaikan khususnya masyaralat duanu. Sesungguhnya yang ditampilkan tadi mengandung nilai-nilai dasar ada pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya. Apa yang disampaikan itu adalah merupakan karya-karya yang luar biasa oleh orang-orang pendahulunya karena itu jangan sampai dilupakan dan teteap dilestarikan. Dan apa kandungan-kadnudngan yang ada didalamnya dikembangkan dalam kehidupan”.(ditulis dan diolah dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Blogger Templates